Awal tahun 1994, sebuah sepeda motor dengan name code F-1, menjadi hadiah untuk menyongsong persiapan masuk ke sekolah tingkat yang lebih tinggi. Yap..saat itu, tinggal menghitung bulan, saya akan memasuki babak baru sekolah lebih tinggi, berganti dengan celana panjang abu-abu yang akan menutupi kaki yang mulai berbulu. Bore up..pasang manual kopling, kick starter lepas, muffler racing dengan oli samping memakai aditif yang beraroma wangi...wuiihh...tunggangan siap digeber di jalanan... #ngacir abis...
Gelora jiwa muda yang membuncah tak kuasa menahan euforia akan hadirnya sebuah tunggangan baru. Meski SIM belum punya karena memang umur belum mencukupi, teknik mengemudi si roda dua dengan berbagai gaya sudah fasih dicoba oleh sosok saya yang terbilang imut :). Senyum kepuasan merekah setiap kali berhasil memecahkan rekor top speed sebelumnya.
Tepat satu minggu setelah plat nomor polisi baru terpasang, satu insiden membuat dengkul kiri hampir copot dihajar bemper+lampu depan sebuah mobil yang tiba-tiba muncul dari sebuah pertigaan. Refleks sepersekian detik tidak mampu menyelamatkan kaki kiri dari benturan. Terlempar cukup hebat ke tengah aspal jalan antar propinsi Jateng - Jogja yang cukup padat dengan kendaraan besar. Refleks penyelamatan diri masih bisa mengendalikan tubuh mungil ini untuk berguling ke pinggir jalan sambil menggapai tangan ke atas menyetop arus lalu lintas. Mencoba untuk berdiri, namun ternyata kaki lumayan parah untuk bisa menopang tubuh dengan sempurna. Seorang berseragam putih abu-abu dengan sigap menggendong tubuh ini yang masih meringis menahan nyeri dan shock, masuk ke dalam mobil yang mengantar ke sebuah rumah sakit tentara. Si putih abu-abu yang masih misterius sampai sekarang, tidak mempedulikan darah yang mengotori baju putihnya. Efek yang dihasilkan, 3 bulan harus jalan dengan bantuan kruk. Sampai 2 bulan masih ditemui pecahan kaca di area benturan di lutut. *masih terasa ngilu mbayanginnya.
Kembali berteman dengan tunggangan setia setelah fase pemulihan. Kelas 3 SMA, balas dendam akhirnya terlaksana. Dengan sukses dalam kecepatan sedang di tengah gerimis pada suatu sore, mennghantam angkot yang ngetem sembarangan tepat di ujung sebuah turunan tajam. Hasilnya kaki kanan istirahat untuk menginjak bumi selama 2 bulan. Peristiwa yang cukup dramatis karena saya berhasil menembus kaca belakang angkot dan diterima dengan manis di pangkuan para penumpang. #mirip aksi Jacky Chan yang tanpa stunt man.
Masuk kuliah, si F-1 merah membara masih setia menemani hari-hari. Tidak terhitung berapa kali jatuh bangun sepanjang jalan Jogja-Magelang bersama si merah. Obsesi jalur Jogja-Magelang, ada kendaraan yang menyalip..wajib dikejar...*konyol
Alhamdulillah meski doyan ngebut khas ABeGe mencari eksistensi dan jati diri, saat itu saya selalu taat aturan lalu lintas. Helm full face, masker, jacket, sarung tangan selalu menyertai. Pernah dipukul tongkat polisi karena "dianggap" nerobos lampu merah, helm dibanting pak polisi, untung nggak pecah. Berdebat dengan sang aparat penegak hukum dan lolos dengan argumen yang membuat pak polisi geleng-geleng, tanpa pernah mengeluarkan sekeping receh pun untuk membenarkan tindakan.
Yahh...itu semua masa lalu. Keputusan-keputusan impulsif yang kadang dibuat saat berkendara, dengan target full speed pecahkan rekor sendiri dan tentunya dengan berbagai efek yg masih membekas jelas di sekujur tubuh. Accident setelah "masa tua" ternyata sempat terjadi, jadi korban jalan seberang Giant-Veranda yang masih di dalam kawasan perumahan. Tanpa emosi meluap khas ABeGe, dengan speed max batas bawah jalan tol, dengan tunggangan si mio yg otomatis romantis, terjungkal juga di sana tanpa sadar kejadian yg menimpa, partial amnesia sampai sekarang. Untung ada dewa penolong, seorang security yang kebetulan lewat, beliau tinggal di daerah nama-nama planet. Beliau berhasil mengamankan tas berisi laptop, 3 buah hand phone, dompet beserta isi, kunci mobil yang ikut masuk di saku celana. Hanya ballpoint di saku baju yang raib, mental tidak ketahuan rimbanya. Sosok sang security bisa dibaca pada cerita tentang A Few Good Men.
Hasil accident kali ini, tangan kiri lepas sendi dan patah, 3 kali menjalani pembedahan. Tulang pipi retak, meninggalkan sedikit scar face hasil operasi. Accident yg paling parah efeknya. Hmmm....jadi bukan urusan speed semata yang menentukan parah/tidaknya efek yang ditimbulkan, konsentrasi terhadap lingkungan, kondisi pengendara dan juga pengendara lain di sekitar kita menyumbang peranan yang cukup besar.
Saya belum pernah dan bukanlah salah satu anggota dari Geng Motor, tapi seorang mantan pembalap liar, yap..liar, karena tidak menggunakan sirkuit layaknya si Valentino Rossi atau Lorenzo untuk bisa memuaskan hasrat sembalap yang menggebu saat darah muda ini masih menggelora. Tapi saya sangat menghormati dan mematuhi aturan lalu lintas. Heran melihat orang-orang yang dengan amat sadar melakukan pelanggaran lalu lintas. Sangat sedih melihat oknum petugas yang menyalahgunakan aturan untuk kepentingan pribadi. Saat ini saya hanya bisa berharap, anak-anak muda seperti dulu saya sudah melewatinya dengan berbagai macam stempel bekas luka terukir sebagai prasasti, bisa melewati masa-masa penuh ekspresi dalam mencari jatidiri tanpa harus meninggalkan jejak rekam di tubuhnya seperti yang saya alami. Tunggangan setia saya saat ini adalah si Sexy Miami, yang menemani saat-saat santai mengisi hari libur bersama keluarga atau sesekali menemani menyusuri jalanan menuju tempat kerja.
Nova si Pinky, Sexy Miami dan Red Aggressor (Doc: HUM) |
Salam,
HUM
0 comments:
Post a Comment