Masih teringat cerita beberapa waktu yang lalu ketika ada salah seorang karyawan pabrik mengalami kecelakaan lalu lintas. Ibunda sang korban yang segera datang dari kampung terlihat sedih dan cemas melihat kondisi anaknya. Sedih tentunya melihat anaknya mengalami musibah dan cemas tentunya ketika memikirkan biaya pengobatan untuk anaknya. Terlihat wajah lega sang Ibu ketika dijelaskan bahwa seluruh biaya pengobatan ditanggung oleh perusahaan dan karena peristiwa kecelakaan terjadi pada saat sang anak berangkat kerja sehingga masuk kategori kecelakaan kerja dan ada klaim pengobatan ke Jamsostek.
Memang biaya untuk berobat yang semakin hari semakin mahal menjadi salah satu hal yang sering terlupa di saat kondisi sehat dan menjadi hal yang cukup menguras kantong ketika terjadi hal-hal seperti cerita di atas. Perusahaan biasanya memberikan jaminan kesehatan untuk para karyawannya, salah satunya dengan ikut sebagai peserta Jamsostek atau asuransi kesehatan maupun dua-duanya.
Bicara mengenai karyawan atau lebih spesifik buruh pabrik, minggu ini cukup ramai issue mogok nasional yang disusul dengan demo buruh di berbagai daerah. Bekasi sebagai salah satu kantong industri cukup besar di pinggiran Ibukota menjadi salah satu titik aksi massa. Demo buruh kali ini sedikit berbeda fenomena aksi - reaksi yang terjadi meski tuntutan hampir sama seperti sebelumnya mengenai upah minimum. Aksi buruh yang melakukan penggalangan massa dengan swepping ke perusahaan-perusahaan di kawasan industri ini mendapat “perlawanan” bukan langsung dari kelompok pengusaha tapi dari “pengusaha simbiosis” yang tumbuh bersama berkembangnya industri. Kelompok asosiasi pengusaha limbah yang hidup dari penampung sisa limbah industri merupakan salah satunya. Memang tuntutan demonstran ini mengancam banyak perusahaan gulung tikar, imbasnya “pengusaha simbiosis” di sekelilingnya akan kena dampaknya. Pengusaha kontrakan, pengusaha warung tegal, ikatan tukang ojek dan berbagai elemen ikatan putra daerah termasuk yang bereaksi terhadap tuntutan demo buruh ini. Efeknya terjadi kontak fisik frontal di lapangan yang mengakibatkan korban luka-luka seperti diberitakan di media “Ini 16 Buruh Demo Yang Dianiaya Preman”
Saya tidak akan mengulas mengenai aksi demo dengan berbagai analisa kepentingan di dalamnya. Saya coba soroti efek yang terjadi dari aksi demo ini, yaitu korban yang berjatuhan dengan status sebagai karyawan perusahaan. Bagaimana dengan jaminan kesehatan atau biaya pengobatan mereka? Apakah masuk ke dalam biaya pengobatan yang akan ditanggung oleh perusahaan? Apakah masuk kategori kecelakaan kerja sehingga bsa klaim ke Jamsostek?
Jika dilihat dari status para korban sebagai karyawan perusahaan, biaya pengobatan tentunya akan diperlakukan sesuai ketentuan dan kebijakan masing-masing perusahaan. Hal ini pun bisa jadi polemik bagi karyawan yang bersangkutan karena notabene sedang melakukan aksi “melawan” sang pemberi kerja, sehingga bisa jadi kebijakan perusahaan tidak bertanggung jawab terhadap biaya pengobatan sang korban. Lalu bagaimana dengan Jamsostek?
Kita coba lihat dari klausul dari Program Jaminan Kecelakaan Kerja dari Jamsostek yang menyatakan bahwa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Dilihat dari waktu prosesi demo dan kejadian adalah pada saat jam kerja, tapi apakah status dari korban sedang dalam rangka kerja? Hal ini menjadi dua sisi yang bisa mengakibatkan perdebatan dua belah pihak. Status buruh saat demonstrasi bisa jadi masuk kategori “off duty” alias tidak dalam rangka bekerja sehingga tidak masuk ke dalam kategori yang dijamin oleh Jamsostek. Saya belum mendapatkan catatan mengenai klaim korban aksi demo buruh ini apakah masuk kategori kecelakaan kerja atau bukan.
Cukup prihatin memang melihat adanya korban yang berjatuhan dari efek aksi mogok nasional para buruh ini. Dari sudut pandang idealisme buruh, hal ini merupakan bentuk revolusi dan mereka merupakan “collateral damage” dari sebuah revolusi. Dari sisi lain para korban ini bisa dianggap dikategorikan “mati konyol” karena merupakan korban di kalangan bawah yang tidak tahu entah ada skenario apa di tingkat elit pimpinan serikat pekerja.
Sebagai catatan yang perlu digarisbawahi bahwa ketika aksi demo ini menelan korban baik luka maupun sampai korban jiwa, ketika satu buruh menjadi korban bukan hanya satu nyawa saja, tapi ada dua nyawa dibelakangnya yaitu anak dan istri yang ikut menjadi korbannya. Jadi perlu direnungkan bersama dengan pikiran jernih bagi para buruh maupun pengusaha untuk mencari kebaikan buat semuanya.
Hidup Buruh…!!
Majulah Pengusaha Indonesia..!!
Salam,
HUM
0 comments:
Post a Comment