Jangankan banjir, hujan saja bisa menjatuhkan seorang pemimpin. Lho kok bisa? Coba kita lihat realita yang terjadi di kehidupan ini. Dan ini kisah nyata ketika musim penghujan tiba maka kredibilitas dan kapabilitas seorang pemimpin diuji, bagaimana dia bisa mengantisipasi masalah yang muncul akibat fenomena alam ini.
Hujan yang terus-menerus mengguyur ibukota mengakibatkan banjir di mana-mana, Jakarta terkepung air. Sebagai orang nomer satu yang memimpin ibukota, nama Jokowi menjadi sorotan utama. Bagaimana aksi yang dilakukannya dan jangan sampai salah melangkah karena bisa berakibat fatal, jatuh misalnya, karena jalanan licin dan kurang hati-hati akhirnya terpeleset.
Bicara mengenai hujan, banjir dan seorang pemimpin, saya tidak ingin banyak mengulas tentang kepemimpinan Jokowi, terlalu banyak sudah media membicarakannya, tambah terkenal nanti kalau saya ikut-ikutan menulis tentang Jokowi. Apalagi Jokowi memang sudah terkenal, minimal dibanding saya. Lah, kok malah mbahas Jokowi terus, giliran saya kapan?
Kenapa saya? Ya, karena tadi kan membahas masalah hujan, banjir dan jatuhnya pemimpin. Dan bukan sebuah kebetulan kalau saya juga adalah seorang pemimpin, karena berdasarkan catatan KUA, saya adalah seorang suami yang artinya pemimpin keluarga. Ditambah lagi dokumen dari catatan sipil yang menyatakan saya sebagai seorang Ayah, berarti pemimpin rumah tangga kan? Kalau Anda masih jomblo pun nggak usah khawatir, atau pun rins* tet sensor iklan, risoles maksudnya…ehh…riso dapur..halah..risau bin galau lebih tepatnya, karena sejatinya kita adalah pemimpin dari diri kita sendiri (kittaa..?? elu aja kalee..)
Banyak pelajaran yang telah saya petik sebagai seorang pemimpin hari ini. Jadi ceritanya berawal ketika hujan deras yang mengguyur bumi ini tiada henti berhari-hari dari kemarin. Efeknya adalah terjadi banjir di mana-mana. Semua orang dibuat susah. Air menggenang di jalanan yang berakibat jalanan macet tidak bisa lewat. Sungai meluap, air masuk rumah. Orang-orang harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Benar-benar nyusahin memang hujan ini. Ehh…maaf, nggak boleh ngeluh, karena air hujan yang tercurah dari langit itu merupakan anugerah dari Sang Maha Kuasa untuk kehidupan kita di bumi ini, jadi wajib disyukuri. Tapi memang bener-bener deh hujan kali ini, atap pada bocor, air netes di mana-mana, sibuk nyiapin panci tadah air sana-sini, nyusahin lah pokoknya. Eiittss…masih mengeluh juga. STOP!
Ok, lanjut lagi deh ceritanya. Efek dari hujan yang merupakan anugerah tadi, sudah nggak ngeluh lagi, membuat jiwa kepemimpinan saya sebagai seorang pemimpin keluarga tertantang. Bagaimana tidak, coba bayangin ketika lagi asyik tidur tiba-tiba merasakan sensasi tetesan air jatuh di mulut, benar-benar menantang sang liur yang keluar dari mulut, jadinya balik masuk lagi…cuihh..asemm. Akhirnya mebuktikan tantangan dengan naik ke atas genteng, cat lapis anti bocor sana-sini, sepertinya beres. Ujian datang ketika hujan deras mengguyur. Kebocoran di titik-titik terparah sudah tidak muncul lagi, hanya tersisa rembesan kecil di beberapa titik. Hal ini memang membuktikan bahwa ketika seorang pemimpin yang langsung turun tangan belum tentu bisa langsung membereskan segalanya dalam sekejap, semua ada prosesnya dan tentunya butuh evaluasi atas kinerjanya sehingga menjadi catatan penting untuk perbaikan selanjutnya, setuju? harus itu. Atau malah bisa jadi memunculkan sebuah problem baru atau mungkin baru muncul ketika sebuah masalah yang lain teratasi, seperti yang terjadi selanjutnya. Efek kebocoran yang mengakibatkan tetesan dan rembesan sana-sini mirip bocornya dana anggaran, membawa efek samping lain yaitu terjadinya pemadaman listrik lokal. Kalau hal itu dilakukan oleh tukang listrik negara dengan mematkan gardu induk karena banjir mungkin hanya bisa pasrah, lha ini benar-benar lokal, hanya di rumah saja. Sepertinya sang air melakukan sabotase merembes ke saluran listrik. Betul dan bukan karena kebetulan listrik di rumah saya pecah menjadi 4 titik MCB dan ketika di cek satu-satu ketahuan ada satu saluran penyebab listrik drop. Dan bukan kebetulan juga saluran yang problem menjangkau kamar depan, kamar utama dan kamar mandi, juga colokan televisi dan kulkas di ruang keluarga. Karena kejadian malam, terpaksa satu saluran itu dimatikan sementara.
Saluran yang mati cukup vital, meski tidak sebesar alat vital saya, jauh lebih besar maksudnya. Coba bayangin tidur di kamar tanpa AC, untungnya di luar hujan jadi lumayan dingin meski tanpa AC, beberapa lembar pakaian ditanggalkan buat kompensasi. Yang sedih adalah anak-anak, saluran TV ikut mati. Tapi sebagai seorang pemimpin keluarga saya langsung sigap ambil kabel rol buat nyolok saluran listrik yang lain. Anak-anak tetap ceria jadinya. Satu lagi yang ikutan di saluran ini adalah kulkas. Betapa keringnya tenggorokan tanpa dinginnya air kulkas membasahi krongkongan. Untungnya dispenser masuk saluran lain, jadi tetep hidup bisa buat manasin air, kopi susu hangat tetap tersedia, panas dingin. Ooh..iya, di saluran juga terpasang pompa air dan mesin cuci. Duh, alamat bau asem ni terancam nggak mandi kehabisan air. Sebagai alternatif pakai air produksi tukang air minum negara yang kecoklatan, itung-itung mandi susu lah, meskipun sebenarnya saya lebih suka susu yang putih, mungkin karena rajin pakai lotion pemutih. Tapi syukurlah hari ini libur, jadi bisa irit air tidak perlu harus mandi..uppss..tapi baru ingat ternyata harus wajib mandi…ehh..maksudnya mandi wajib, gara-gara tanpa AC jadi harus menanggalkan beberapa lembar pakaian tadi dan memicu terjadinya hal-hal yang tidak etis untuk diceritakan di sini, meskipun tentunya ceritanya cukup erotis. Mesin cuci mati juga bisa memicu mandi wajib berikutnya, tidak bisa cuci pakaian, bisa-bisa terpaksa polosan lagi, mandi wajib lagi deh..
Pagi hari masih malas-malasan buat cek masalahnya. Hal ini biasa terjadi dengan seorang pemimpin, tidak turun tangan langsung ketika masih di awal-awal. Ketika kondisi genting baru deh turun tangan sampai ke kaki, terus naik lagi ke pinggang, begitu berulang-ulang. Emang senam SKJ? Begitu mentari semakin tinggi, dicoba trial error untuk menyalakan lagi saluran yang semalam bermasalah. Dan…jreng…jreng…hidup sodara-sodara…! Ternyata tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa dari seorang pemimpin, masalah selesai dengan sendirinya. Hal ini seringkali terjadi di kehidupan kita, masalah bisa secara alamiah selesai tanpa kita sadari.
Siang hari setelah menghabiskan hidangan santap siang, karena cukup capek pagi sampai siang memantau kondisi perkembangan listrik di rumah, akhirnya terlelap tidur. Seorang pemimpin seringkali bukan capek fisik tapi pikiran, mohon dipahami. Terbangun ketika hujan deras mengguyur di sore hari. Bukan karena pengen nengok daun dan ranting, pohon dan kebun apakah basah semua, tapi karena listrik di rumah yang kumat mati lagi. Pelajaran berikutnya yang saya dapat adalah bahwa problem bisa saja muncul lagi apabila kita tidak tuntas menyelesaikan sampai akar masalahnya. Masalah tadi terlihat sudah beres ketika mentari bersinar karena air kering, tapi ternyata muncul lagi begitu hujan mulai mengguyur. Sebuah problem berulang yang kerap kali muncul juga di kehidupan kita karena kita hanya menyelesaikan di permukaan saja.
Kembali jiwa kepemimpinan saya terpanggil untuk segera menuntaskan masalah ini, apalagi sebentar lagi malam menjelang, kondisi menjadi semakin genting dan mendesak untuk diselesaikan, apalagi besok masuk kerja. Belum pernah tercatat dalam kamus saya berangkat kerja tidak mandi, catatannya kalau pun pernah tidak mandi pasti tidak saya catat. Sebagai seorang penyandang gelar insinyur tukang listrik, saya merasa tepat sebagai ahlinya untuk urusan satu ini. Berbekal senter, tespen, gunting dan isolasi, akhirnya ambil tangga dan mulai naik ke atas plafon. Cek terminal satu-satu yang potensi terkena rembesan bocor dari genteng dan akhirnya dengan merunut satu titik demi titik dengan cermat dan sistematis, tidak menebak-nebak tapi yakin dan pasti ketemulah titik penyebab short circuit. Action langsung dilakukan untuk perbaikan ketika terdengar suara azan Maghrib berkumandang. Sedikit tanggung penyelesaiannya dan akhirnya proses finishing dilakukan segera dengan sedikit ceroboh. Injakan kaki di plafon pada posisi yang kurang kuat…dan..gubrakk…sukses menjebol plafon dan jatuh mendarat darurat bersama potongan kayu dan plafon. Untungnya problem terjadi pada terminal tepat di atas kamar utama jadi mendarat darurat dengan lembut di atas kasur. Benar-benar gerakan slow motion, ketika kaki kanan pertama kali menjebol plafon jatuh, tangan berusaha menggapai sisi kanan kiri dan kaki kiri masih nyangkut di atas. Sungguh sangat dramatis apabila prosesi jatuhnya saya sebagai seorang pemimpin tadi diabadikan oleh kamera dan muncul di berbagai media dengan tag line “Jatuhnya Seorang Pemimpin dari Atas Plafon”, keren kan..?
Pelajaran tambahan yang bisa diambil hikmahnya adalah meski kita ahli dalam sebuah bidang, ada kalanya proses penyelesaian tidak bisa berjalan mulus, sebuah kesalahan kecil bisa berakibat fatal terhadap seluruh aktivitas yang sudah kita lakukan. Dan satu hal lagi, ketika memulai sesuatu harus selalu diawali dengan doa, karena sejago apa pun kita, seahli apa pun seorang pemimpin, Tuhan adalah Sang Maha Kuasa. Jangan mengabaikan panggilan-Nya meski dengan seribu alasan yang telah diuji oleh para staff ahli kita.
Meski menyisakan lobang besar di plafon kamar, pegel-pegel di badan dan luka-luka kecil di kaki dan tangan, hari ini saya dapat banyak pelajaran berharga mulai dari anugerah hujan yang tercurah dari langit sampai jatuhnya seorang pemimpin. Urusan perbaikan plafon besok serahkan ke ahlinya, panggil tukang termasuk tukang urut *nyengir.
Salam,
HUM
0 comments:
Post a Comment